EKONOMI DIGITAL LINTAS YURISDIKSI

Biar Enggak Bingung, Pemerintah Pilih Tunggu Konsensus Global

Redaksi DDTCNews
Kamis, 30 Agustus 2018 | 09.00 WIB
Biar Enggak Bingung, Pemerintah Pilih Tunggu Konsensus Global

Dirjen Pajak Robert Pakpahan. (DDTCNews - Ditjen Pajak)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menunggu konsensus global terkait pemajakan ekonomi digital lintas yurisdiksi. Aksi sepihak alias unilateral bukanlah opsi yang akan diambil.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan posisi pemerintah cenderung wait and see. Menurutnya, perlu definisi jelas untuk memajaki perusahaan yang beroperasi lintas yurisdiksi dan dilakukan secara digital.

Digital economy yang cross border, di mana perusahaannya lintas negara, kita [pemerintah] cenderung menunggu kesepakatan di G20 bagaimana pembagian hak pemajakan,” katanya Rabu (29/8/2018)

Robert berujar alasan pemerintah menunggu konsensus global karena atribusi penghasilan perusahaan digital lintas negara belum disepakati. Hal ini terkait pembagian pajaknya. Oleh karena itu, aksi unilateral justru berisiko membuat situasi semakin kompleks.

Jika dianalogikan, dari penghasilan 100 satu perusahaan digital lintas negara, Indonesia bisa mengklaim kewajiban pemotongan pajak penghasilan (PPh) dari 100 tersebut. Ini terjadi jika aksi unilateral diambil. Padahal, pemajakan penghasilan 100 itu bisa dibagi.

“Misalnya, Facebook aplikasinya dibangun di AS, kemudian transaksi dilakukan di Irlandia dan Singapura dan di konsumsi di Indonesia. Jadi ini kan ada 3-4 negara jadi satu rangkaian dan penghasilan 100 itu harus dibagi. Enggak bisa Indonesia bilang 'semua 100 nya buat saya'. Nanti AS bilang kan aplikasi dibuat dan dikembangkan di sana,” paparnya.

Oleh karena itu, aksi unilateral belum menjadi opsi prioritas untuk dilakukan pemerintah Indonesia terkait ekonomi digital lintas negara. Melakukan aksi unilateral berisiko membuka ruang bagi inkonsistensi penerapan kebijakan.

“Bisa saja aksi unilateral tapi ada potensi nanti kemudian setelah ada kesepakatan global harus diperbaiki lagi. Jadi akan membuat kebingungan baru,” imbuh Robert.

Seperti diketahui, Pada tanggal 16 Maret 2018 lalu, OECD/G20 Inclusive Framework telah menerbitkan laporan interim bertajuk Tax Challenges Arising from Digitalisation. Laporan ini menjadi landasan penyusunan Final Report pada 2020.

Adapun Final Report tersebut akan menjadi konsensus global terkait tata cara pemajakan pelaku usaha digital economy lintas yurisdiksi. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.