PMK 168/2023

PMK 168 Bedakan PPh 21 Bukan Pegawai Jasa Katering dan Selain Katering

Muhamad Wildan
Selasa, 09 Januari 2024 | 17.00 WIB
PMK 168 Bedakan PPh 21 Bukan Pegawai Jasa Katering dan Selain Katering

Ilustrasi. Pekerja memasak makanan yang akan didistribusikan kepada jamaah di Perusahaan Katering Ahla Zad Company di Mekkah, Arab Saudi, Minggu (4/6/2023). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/YU

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023 turut memuat penyesuaian ketentuan soal pengurangan penghasilan bruto guna menentukan dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas bukan pegawai.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan penghitungan penghasilan bruto bukan pegawai pada PMK 168/2023 mengadopsi tata cara penghitungan penghasilan bruto dalam PMK 141/2015.

"Pada PMK 141/2015 yang mengatur tentang jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23, di situ ada penghitungan penghasilan bruto atas jasa-jasa tertentu. Ada jasa katering dan lain-lain itu dipindahkan ke PMK ini [PMK 168/2023]," ujar Dian, Selasa (9/1/2024).

Senada dengan PMK 141/2015, penghasilan bruto untuk bukan pegawai yang memberikan jasa katering diatur secara khusus dalam PMK 168/2023.

"Jumlah penghasilan bruto untuk bukan pegawai ... untuk jasa katering merupakan seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh bukan pegawai dari pemotong pajak," bunyi Pasal 12 ayat (4) huruf a PMK 168/2023.

Dengan demikian, dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas bukan pegawai penyedia jasa katering adalah seluruh pembayaran yang diterima yang diterima bukan pegawai dimaksud dari pemotong pajak dikali 50%.

Untuk bukan pegawai yang menyediakan jasa selain katering, penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, tetapi tidak termasuk pembayaran gaji, upah, honor, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima oleh pekerja yang dipekerjakan oleh pegawai.

Pembayaran gaji, upah, honor, dan tunjangan oleh bukan pegawai kepada tenaga kerjanya perlu dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji.

Selanjutnya, penghasilan bruto bukan pegawai penyedia jasa selain katering juga tidak termasuk pembayaran pengadaan/pembelian atas barang yang terkait dengan jasa yang diberikan bukan pegawai. Pembayaran ini harus dibuktikan dengan faktur pembelian pengadaan/pembelian barang.

Terakhir, penghasilan bruto bukan pegawai penyedia jasa selain katering tidak termasuk pembayaran yang diterima oleh pihak ketiga dari bukan pegawai atas jasa yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut. Pembayaran jasa dibuktikan dengan faktur tagihan.

Contoh, pada Agustus 2024 Tuan V melakukan penyerahan jasa perawatan AC kepada PT E dengan imbalan senilai Rp10 juta. Sehubungan dengan penyerahan jasa itu, Tuan V mempekerjakan ahli listrik dengan upah senilai Rp4,5 juta dan mengganti komponen AC seharga Rp1 juta.

Biaya-biaya di atas dituangkan dalam kontrak antara Tuan V dan PT E dan telah dibuktikan dalam faktur tagihan dari ahli listrik dan faktur pembelian komponen AC.

Dalam kasus ini, penghasilan bruto Tuan V tidak termasuk upah ahli listrik dan harga komponen AC sehingga dasar pemotongan PPh Pasal 21 Tuan V adalah sebesar 50% x (Rp10 juta - (Rp4,5 juta + Rp1 juta)) = Rp2,25 juta.

Adapun besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Tuan V selaku bukan pegawai adalah 5% x Rp2,25 juta = Rp112.500. PPh Pasal 21 dipotong menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.