Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan usaha milik desa (BUMDes) memiliki kewajiban untuk menyusun pembukuan terkait dengan kegiatan usahanya. Kewajiban melakukan pembukuan melekat karena BUMDes termasuk wajib pajak badan dan hal ini diatur dalam UU KUP.
Pembukuan yang dilakukan BUMDes juga harus terpisah dari pembukuan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Apalagi, BUMDes juga memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)-nya sendiri, terpisah juga dari pemerintah desa.
"Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang," bunyi Pasal 28 angka 7 UU KUP, dikutip pada Jumat (24/5/2024).
Merujuk pada bagian penjelasan Pasal 28 angka 7 UU KUP, selain dapat dihitung besarnya PPh, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut.
Agar PPN dan PPnBM dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, dan jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM.
Kemudian, pembukuan juga harus mencatat jumlah pembayaran atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Bentuk pembukuan disesuaikan dengan kegiatan usaha masing-masing BUMDes. BUMDes harus menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada akhir periode.
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kedudukan wajib pajak badan. (sap)