Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Tren shifting konsumsi berbasis digital menjadi salah satu aspek yang memunculkan risiko fiskal pada 2025.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah menyatakan terdapat tantangan pemungutan pajak akibat transisi ekonomi. Tren shifting konsumsi berbasis digital yang makin kuat akan meningkatkan jumlah pelaku ekonomi.
“Praktik perdagangan secara digital di satu sisi berdampak positif terhadap efisiensi perekonomian namun juga menyebabkan peningkatan shadow economy,” tulis pemerintah melalui dokumen tersebut, dikutip pada Senin (27/5/2024).
Pemerintah menyatakan sistem pajak pada saat ini belum menangkap sepenuhnya aktivitas ekonomi berbasis digital tersebut. Dengan demikian, terdapat risiko kehilangan basis pajak, khususnya pos PPN dan PPh dari para pelaku ekonomi.
Tren shifting konsumsi berbasis digital makin kuat sejak 2024. Penguatan tersebut diprediksi akan berlanjut pada 2025. Untuk merespons kondisi tersebut, dukungan coretax administration system (CTAS) sangat diperlukan untuk optimalisasi penerimaan pajak.
Seperti diberitakan sebelumnya, sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau CTAS nantinya akan mampu merekam seluruh data transaksi dan data interaksi wajib pajak. Simak pula ‘Coretax DJP, Data Transaksi dan Interaksi Wajib Pajak Terekam’.
“Berbagai upaya kebijakan administrasi perpajakan terus dilakukan [sebagai] upaya merangkul sektor informal agar dapat masuk ke sistem perpajakan sehingga mampu menaikan tax base,” imbuh pemerintah dalam dokumen KEM-PPKF 2025.
Sebagai informasi kembali, salah satu kebijakan teknis pajak 2025 yang direncanakan pemerintah berkaitan dengan pengawasan. Pemerintah akan memperkuat aktivitas pengawasan pajak dan law enforcement. Simak ‘Kebijakan Pajak 2025: Pengawasan Diperkuat, Prioritas HWI dan WP Grup’. (kaw)