Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan data kinerja APBN 2024 posisi akhir Mei 2024 dalam konferensi pers, Kamis (27/6/2024). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Hingga akhir Mei 2024, kinerja APBN sudah mulai mencatatkan defisit. Pendapatan negara tercatat masih turun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi pendapatan negara hingga akhir Mei 2024 tercatat senilai Rp1.123,5 triliun. Realisasi tersebut sekitar 40,1% dari target dalam APBN 2024 senilai Rp2.802,3 triliun.
“Kalau kita lihat pertumbuhan dibandingkan tahun lalu bulan Mei terjadi penurunan 7,1% (year on year),” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (27/6/2024).
Sebagai perbandingan berdasarkan pada dokumen APBN Kita, pada akhir Mei 2023, realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp1.209,3 triliun atau 49,1% dari target APBN. Kinerja pada saat itu juga tumbuh 13,0%.
“Ini seperti diingat, tahun 2023 dan 2022 di mana kenaikan harga dari komoditas-komoditas itu luar biasa tinggi sehingga membukukan penerimaan dari sisi perpajakan maupun PNBP. Ini tentu sesuatu yang akan terus kita monitor dan waspadai,” ujar Sri Mulyani.
Kemudian, realisasi belanja negara hingga akhir Mei 2024 tercatat senilai Rp1.145,3 triliun. Dengan demikian, sambung Sri Mulyani, sebanyak 34,4% dari pagu dalam APBN 2024 senilai Rp3.325,1 triliun sudah dibelanjakan.
“Ini 14% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu atau artinya tumbuhnya 14% (year on year),” katanya.
Sebagai perbandingan kembali, realisasi belanja negara pada akhir Mei 2023 tercatat senilai Rp1.004,9 triliun atau 32,8% dari pagu dalam APBN. Pada saat itu, kinerja belanja negara tumbuh 7,1% secara tahunan.
Dengan kinerja pendapatan negara dan belanja negara tersebut, sambung Sri Mulyani, APBN 2024 mencatatkan defisit senilai Rp21,8 triliun atau 0,10% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, keseimbangan primer masih surplus Rp184,2 triliun.
Sebagai perbandingan kembali, pada posisi akhir Mei 2023, APBN masih surplus cukup besar. Nilainya adalah Rp204,3 triliun atau 0,9% terhadap PDB. Saat itu, keseimbangan primer juga masih surplus hingga Rp390,5 triliun. (kaw)