Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) meluncurkan simulator coretax administration system (CTAS) bagi wajib pajak. Dengan simulator ini, wajib pajak bisa menjajal coretax system yang bakal secara penuh diimplementasikan pada 2025 mendatang. Topik tersebut menjadi salah satu sorotan netizen selama sepekan terakhir.Ā
Untuk menggunakan simulator ini, wajib pajak cukup mendaftarkan diri melalui akun DJP Online masing-masing.
Setelah mendaftarkan diri, DJP akan mengirimkan link, username, dan password simulator coretax dalam waktu maksimal 3 hari kerja setelah pendaftaran dinyatakan sukses.
Simulator coretax merupakan aplikasi panduan interaktif yang dapat digunakan oleh wajib pajak sebagai alternatif pembelajaran untuk mengenali fitur-fitur yang akan ditemui pada aplikasi coretax. Pendaftaran untuk setiap wajib pajak dibatasi hanya sebanyak 1 kali.
Merujuk pada simulator coretax yang telah dirilis oleh DJP, terdapat 10 menu utama yang dapat diakses oleh wajib pajak melalui portal yakni My Portal, e-Tax Invoice, eBUPOT, Tax Return, Payments, My General Ledger, Taxpayer Services, Access Management, FAQ, dan External Aplications.
"My Portal [adalah] menu yang berkaitan dengan profil wajib pajak serta perubahan data," tulis DJP dalam petunjuk di simulator coretax.
Selanjutnya, menu e-Tax Invoice dapat digunakan oleh wajib pajak yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) untuk membuat faktur pajak PPN. Adapun menu eBUPOT disediakan untuk mendukung pembuatan bukti potong PPh.
Kemudian, menu Tax Return dapat digunakan oleh wajib pajak untuk membuat dan melaporkan SPT, sedangkan menu Payment disediakan untuk mendukung pelaksanaan kewajiban pembayaran pajak.
Menu My General Ledger pada portal wajib pajak memuat rincian transaksi wajib pajak, sedangkan menu Taxpayer Services memuat beragam submenu terkait pengajuan permohonan, permintaan informasi, serta permohonan terkait kegiatan edukasi perpajakan.
Selanjutnya, menu Access Management menyediakan informasi mengenai akses wajib pajak, utamanya pihak-pihak yang telah ditunjuk sebagai kuasa wajib pajak.
Terakhir, menu FAQ memuat informasi mengenai pertanyaan-pertanyaan yang sering dikemukakan oleh wajib pajak, sedangkan External Applications berisi tautan-tautan menuju aplikasi perpajakan lainnya.
Selain bahasan tentang simulator coretax system, ada pula ulasan mengenai kinerja penerimaan pajak, kebijakan cukai rokok tahun depan, hingga rencana adanya posisi menteri penerimaan negara di kabinet baru nanti.Ā
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak senilai Rp1.196,54 triliun hingga Agustus 2024. Capaian tersebut setara 60,16% dari target senilai Rp1.989 triliun.
Secara neto, penerimaan pajak ini mengalami kontraksi sebesar 4,02%. Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan penerimaan pajak ini tergolong positif sejalan dengan kontraksi yang mengecil.
"Dari sisi penerimaan pajak, terdapat berita positif bahwa penerimaan bulan ini mampu menjaga momentum pertumbuhan yang sudah tercipta selama 2 bulan sebelumnya," katanya dalam konferensi pers APBN Kita. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menyatakan tidak akan ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan penetapan target CHT pada APBN 2025 juga telah mempertimbangkan tidak adanya kenaikan tarif. Meski demikian, pemerintah akan tetap menyesuaikan harga jual eceran (HJE) produk hasil tembakau pada tahun depan.
"[Tarif CHT] tetap, tetapi mungkin kita ada menyesuaikan harga jual di industrinya," katanya. (DDTCNews)
Penasihat ekonomi dari presiden terpilih Prabowo Subianto, Burhanuddin Abdullah memastikan pemerintahan Prabowo akan memiliki menteri penerimaan negara.
Burhanuddin mengatakan menteri itu bakal memimpin lembaga baru yang bertugas mengumpulkan pajak, kepabeanan, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Bakal ada menteri penerimaan negara yang akan mengurus pajak, cukai dan PNBP," katanya dalam UOB Economic Outlook 2025. (DDTCNews)
Pelaku UMKM perlu mengingat kembali bahwa pemanfaatan PPh final dengan tarif 0,5% ada jangka waktunya. Bagi wajib pajak orang pribadi, periode penggunaan PPh final UMKM adalah 7 tahun. Artinya, bagi orang pribadi yang sudah memanfaatkan PPh final UMKM 0,5% sejak 2018 maka skema itu tak bisa dipakai lagi mulai 2025.Ā
Konsekuensinya, pelaku UMKM menjalankan kewajiban pajaknya menggunakan rezim normal. Wajib pajak perlu melakukan pembukuan yang nantinya bakal jadi dasar pelaporan dan pemenuhan kewajiban pajak.Ā
Ada alternatif yang bisa dipakai pelaku UMKM jika ingin tetap menggunakan omzet sebagai dasar pengenaan pajaknya. Wajib pajak bisa memanfaatkan skema norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) pada tahun depan. Namun, penggunaan NPPN perlu didahului dengan pengajuan permohonan yang disampaikan oleh wajib pajak. (DDTCNews)
Rencana DJP untuk mengelompokkan dan mengelola wajib pajak grup ke dalam 1 KPP yang sama diperkirakan masih belum akan terealisasi dalam waktu dekat.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan DJP Muchamad Arifin mengatakan pihaknya belum bisa memastikan apakah kebijakan tersebut hanya akan diterapkan atas grup wajib pajak besar atau juga diterapkan atas grup wajib pajak kecil.
"Rapatnya selalu bergerak, jadi minggu kemarin dan minggu ini bisa berbeda. Memang masih belum mengerucut pada 1 titik tertentu. Namun, sedang dilakukan pembahasan," ujar Arifin. (DDTCNews)