Petani menyiram tanaman sawi hijau menggunakan air yang dialirkan mesin pompa di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (20/9/2024). Menurut data Pusdatin Kementan hingga 12 September 2024, program pompanisasi telah berhasil mengairi lahan tadah hujan seluas 1.048.930 hektare atau 91,99 persen dari target yang telah ditetapkan dan sepanjang tahun 2024 Kementan telah mengalokasikan 62.378 unit pompa alsintan dan 9.904 unit irigasi perpompaan. ANTARA FOTO/Abdan Syakura/agr
AIR merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Bahkan, sejumlah sumber mengatakan manusia tidak dapat bertahan hidup lebih dari 5 hari tanpa minum air. Selain untuk dikonsumsi, manusia dalam kehidupan sehari-hari pun sangat bergantung dengan air.
Untuk mencukupi kebutuhan air, manusia di antaranya dapat memperoleh air yang bersumber dari air permukaan dan air tanah. Adapun air permukaan merupakan air yang terdapat pada permukaan tanah. Sementara itu, air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Namun, peningkatan jumlah penduduk memicu terjadinya perubahan fungsi lahan yang berpotensi mengganggu kelestarian air dan sumber air. Di sisi lain, pengambilan air tanah yang berlebihan dapat berdampak negatif. Dampak negatif itu seperti terjadinya penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut.
Untuk itu, air harus dimanfaatkan secara arif dan perlu dikelola dengan baik agar tidak dieksploitasi secara berlebihan. Berbicara soal air, pemerintah pun telah mengenakan pajak atas pengambilan air. Pajak ini biasa disebut sebagai pajak air permukaan dan pajak air tanah. Lantas, apa perbedaan antara keduanya?
Pajak air permukaan merupakan salah satu jenis pajak yang pemungutannya menjadi wewenang pemerintah provinsi. Sebagai bagian dari pajak daerah, ketentuan pajak air permukaan di antaranya tercantum dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Merujuk UU HKPD, air permukaan berarti semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Pajak air permukaan tersebut menyasar pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Artinya, pajak ini di antaranya dikenakan terhadap pengambilan dan/atau pemanfaatan air di sungai, danau, dan waduk.
Namun demikian, tidak semua pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan dikenakan pajak. Sebab, pemerintah telah mengatur setidaknya 6 pengambilan air permukaan yang tidak dikenakan pajak air permukaan, yaitu air yang diambil dan/atau dimanfaatkan untuk:
Pemerintah daerah dapat menetapkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah yang dikecualikan dari pengenaan pajak dalam peraturan daerah. Pengecualian itu bisa diberikan untuk berbagai kepentingan, seperti pengambilan/pemanfaatan air permukaan oleh pemerintah, untuk pemadaman, riset, dan lain-lain.
Pajak air permukaan itu dikenakan dengan tarif maksimal sebesar 10%. Pemerintah daerah dapat menetapkan tarif pajak air permukaan tersebut dengan peraturan daerah. Dengan demikian, tarif pajak air permukaan bisa berbeda-beda pada setiap daerah.
Adapun nilai perolehan air permukaan (NPAP) menjadi dasar pengenaan pajak air permukaan. NPAP tersebut merupakan hasil perkalian antara harga dasar air permukaan dengan bobot air permukaan. Adapun bobot air permukaan ditetapkan dalam koefisien yang dihitungan dengan memakai indicator tertentu. Simak Apa Itu Air Permukaan?
Berbeda dengan pajak air permukaan, pajak air tanah merupakan salah satu jenis pajak yang wewenang pemungutannya berada di pemerintah kabupaten/kota. Sesuai dengan namanya, pajak air tanah (PAT) adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Seperti yang telah disebutkan, air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah itu di antaranya seperti air dari sumur bor. Namun, tidak semua pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dikenakan pajak.
Merujuk pada UU HKPD, setidaknya ada 6 pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Adapun yang dikecualikan dari objek pajak air tanah adalah pengambilan air untuk:
Berdasarkan UU HKPD, pemerintah daerah dapat menetapkan tarif PAT paling tinggi sebesar 20%. Pemerintah daerah dapat menetapkan tarif pajak air tanah tersebut melalui dengan peraturan daerah. Dengan demikian, tarif pajak air tanah bisa berbeda-beda pada setiap daerah.
Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah (NPAT). NPAT merupakan hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot air tanah. Adapun harga air baku ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya air tanah. Sementara itu, bobot air tanah dinyatakan dalam koefisien yang didasarkan pada sejumlah faktor. Simak Apa Itu Air Tanah?
Sehubungan dengan pajak atas air, pemerintah telah memberikan fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) guna menjamin ketersediaan air bersih yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 49/2022, terdapat 2 jenis air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu air bersih yang belum siap untuk diminum dan/atau air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum).
Pertama, air bersih yang belum siap untuk diminum. Air bersih yang belum siap untuk diminum berarti air tersebut membutuhkan proses penyaringan atau memerlukan proses pabrikasi atau pengolahan agar air tersebut siap untuk diminum.
Kedua, air bersih yang sudah siap untuk diminum. Namun, air minum dalam kemasan tidak termasuk dalam pengertian air bersih yang sudah siap untuk diminum yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Adapun yang dimaksud sebagai air minum dalam kemasan adalah air yang telah diolah dengan perlakuan khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan air minum (air minum isi ulang).
Selain penyerahan air bersih, biaya sambung atau biaya pasang air bersih dan biaya beban tetap air bersih juga dibebaskan dari pengenaan PPN. Simak Apa Itu Air Bersih yang Dibebaskan dari PPN? (sap)