Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen pajak memberikan penjelasan terkait dengan penyeragaman tanggal penyetoran PPh yang berlaku mulai tahun depan seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penyeragaman tanggal penyetoran PPh akan mempermudah wajib pajak dan pihak petugas pajak (fiskus).
"Esensinya memudahkan bagi wajib pajak untuk mengingat dan mencatatnya, bagi kami juga dalam menata dan mengelolanya, kalau terlambat segera diterbitkan teguran dan segala macamnya," katanya, Jumat (8/11/2024).
Dalam PMK 81/2024, jenis PPh yang harus dibayar dan disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir antara lain PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, dan PPh migas.
Lebih lanjut, PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean, PPN atas kegiatan membangun sendiri, bea meterai yang dipungut pemungut bea meterai, pajak penjualan, dan pajak karbon yang dipungut pemungut pajak karbon juga harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa berakhir.
"Saat ini, jatuh tempo pembayaran pada tanggal 10, 15, dan di akhir bulan untuk pembayaran masa. Dengan PMK ini, sebetulnya lebih menyederhanakan, lebih menyimpelkan," ujar Suryo.
Meski begitu, terdapat beberapa jenis pajak yang jatuh temponya bukan pada tanggal 15. Pertama, PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM atas impor yang dipungut oleh DJBC. PPh Pasal 22 dan PPnBM dimaksud wajib disetorkan paling lambat 1 hari setelah pemungutan oleh DJBC.
Kedua, PPh Pasal 25 bagi wajib pajak kriteria tertentu Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 SPT Masa. PPh Pasal 25 ini harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak terakhir.
Ketiga, PPh Pasal 25 bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu selain kriteria Pasal 3 ayat (3b) UU KUP. PPh Pasal 25 dimaksud harus disetorkan paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
Keempat, tambahan PPh atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten. Pajak dimaksud harus disetorkan paling lambat 1 bulan setelah saat terutangnya tambahan PPh.
Kelima, PPN/PPnBM dalam yang terutang dalam 1 masa pajak. PPN/PPnBM dimaksud wajib disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Keenam, PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN dan pihak lain. PPN/PPnBM dimaksud harus disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Ketika PMK 81/2024 mulai berlaku pada 1 Januari 2025, PMK 242/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak sebagaimana telah diubah dengan PMK 18/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (rig)