Ilustrasi. (foto: DJBC)
JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah merilis beleid baru yang mengatur kembali ketentuan terkait dengan bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.04/2020. Beleid yang diundangkan dan berlaku pada 20 Mei 2020 ini dirilis untuk mengoptimalkan pengawasan dan pengamanan pita cukai.
“Untuk optimalisasi pengawasan dan pengamanan pita cukai untuk barang kena cukai, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai,” bunyi salah satu pertimbangan dalam beleid itu, Senin (1/6/20200)
Berlakunya beleid ini akan mencabut beleid terdahulu, yaitu PMK 191/PMK.04/2009. Apabila disandingkan, ada empat perbedaan ketentuan terkait dengan bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai antara PMK 52/2020 dengan PMK 191/2009.
Pertama, PMK 52/2020 memberikan definisi dari pita cukai. Merujuk pada Pasal 1 PMK 52/2020, pita cukai merupakan dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai. Sementara itu, PMK 191/2009 tidak memberikan penjabaran secara eksplisit mengenai definisi pita cukai.
Selain itu, PMK 52/2020 hanya menyebut pita cukai tanpa mengklasifikasikannya lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan beleid terdahulu yang mengklisifikasikan pita cukai menjadi dua, yaitu pita cukai hasil tembakau (PCHT) dan pita cukai minuman mengandung etil alkohol (PCMMEA).
Kedua, dalam PMK 52/2020 tidak menjabarkan adanya seri dari pita cukai. Sementara itu, dalam PMK 191/2009 PCHT tersedia dalam tiga seri, yaitu Seri I, Seri II, dan Seri III dan PCMMEA disediakan dalam satu seri.
Ketiga, PMK 52/2020 memberikan rincian yang lebih detail dari bentuk pita cukai. Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) PMK 52/2020 pita cukai memiliki bentuk fisik, spesifikasi, dan desain tertentu. Bentuk fisik pita cukai berupa kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti.
Selanjutnya, spesifikasi pita cukai paling sedikit berupa kertas sekuriti, hologram sekuriti, dan cetakan sekuriti. Sementara itu, PMK 191/2009 belum memuat perincian tersebut dan menyerahkan pengaturan bentuk fisik dan/atau spesifikasi desain dengan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai.
Keempat, PMK 52/2020 menguraikan desain pita cukai paling sedikit memuat: lambang Negara Republik Indonesia, lambang Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), tarif cukai, angka tahun anggaran, harga jual eceran dan/ atau jumlah isi kemasan.
Sedangkan, dalam PMK 191/2009 setiap keping PCHT paling sedikit memuat unsur yang terdiri dari harga jual eceran, tarif cukai, dan tahun anggaran. Sementara itu, PCMMEA paling sedikit memuat golongan kadar alkohol, tarif cukai, volume/isi kemasan dan tahun anggaran.
Namun, apabila disandingkan dengan aturan turunan dari PMK 191/2009 yaitu Peraturan Dirjen Bea Dan Cukai Nomor PER-16/BC/2019. maka ketentuan mengenai unsur minimal yang harus termuat dalam desain pita cukai tidak jauh berbeda.
Pita cukai disediakan oleh Menteri Keuangan dan dikelola oleh DJBC. Untuk ketentuan teknis mengenai bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai, yang lebih terperinci akan ditetapkan oleh Dirjen Bea dan Cukai. (rig)