Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam webinar Apindo, Jumat (19/6/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengungkapkan aturan teknis pemberian super tax deduction kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) sudah masuk tahap finalisasi. Beberapa catatan disampaikan oleh pakar pajak terkait rencana implementasi insentif tersebut.
Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji memaklumi lamanya proses penjabaran teknis insentif pajak kegiatan Litbang dari Peraturan Pemerintah No.45/2019. Menurutnya, insentif pajak kegiatan litbang yang berbasis biaya sangat kompleks untuk diterapkan.
"Kegiatan litbang memang sesuatu yang sudah harus didorong pemerintah dan terkait insentif pajak pada kegiatan ini memang sangat kompleks,” katanya dalam webinar Apindo, Jumat (19/6/2020).
Bawono mengatakan otoritas fiskal harus membuat garis-garis kebijakan yang jelas terkait insentif pajak kegiatan litbang. Salah satunya terkait biaya-biaya apa saja yang bisa diklaim pelaku usaha dari kegiatan Litbang. Selain itu, struktur biaya perusahaan juga harus diatur secara tegas untuk bisa memanfaatkan fasilitas fiskal.
Menurutnya, pemerintah juga harus mempersiapkan kebijakan untuk memastikan hasil litbang yang mendapatkan insentif tetap berada di dalam negeri. Hal ini dikarenakan hasil litbang acap kali berbentuk barang tidak berwujud seperti paten yang merupakan intellectual property (IP). Sering kali ditemukan kegiatan Litbang dilakukan pada suatu negara, tapi IP-nya terdaftar di negara lain.
"Jadi memang perlu kehati-hatian. Jangan sampai ujung-ujungnya Indonesia tidak mendapatkan hak komersialnya," papar Bawono.
Kebijakan perpajakan, sambung dia, idealnya tidak berhenti pada insentif kegiatan litbang. Pemerintah perlu mendukung hasil inovasi yang memiliki eksternalitas negatif lebih rendah pada suatu produk dengan jenis yang sama.
Hal tersebut, menurut Bawono, bisa ditempuh misalnya dengan menambahkan barang kena cukai (BKC) terhadap mobil yang berbahan bakar fosil dalam rangka meningkatkan populasi kendaraan ramah lingkungan seperti mobil listrik.
"Jadi hasil inovasi membuka ruang pemerintah menambah BKC seperti cukai kendaraan berbasis emisi," imbuhnya. (kaw)