UU CIPTA KERJA

Susun Aturan Turunan Klaster Perpajakan UU Cipta Kerja, Ini Kata DJP

Muhamad Wildan
Selasa, 17 November 2020 | 10.32 WIB
Susun Aturan Turunan Klaster Perpajakan UU Cipta Kerja, Ini Kata DJP

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (tangkapan layar Youtube DJP)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengharapkan banyak masukan dari pengusaha dan praktisi perpajakan dalam penyusunan aturan turunan klaster perpajakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan DJP saat ini sedang menyusun 1 peraturan pemerintah (PP) dan beberapa peraturan menteri keuangan (PMK) untuk mendukung pelaksanaan UU 11/2020.

"Tentu akan ada banyak pertanyaan dari stakeholder pada sosialisasi ini. Sebagian akan menjadi masukan bagi kami sepanjang masukan tersebut sejalan dengan tujuan UU Cipta Kerja ini," ujar Hestu dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan, Selasa (17/11/2020).

Hingga saat ini, aturan pelaksanaan klaster perpajakan dari UU 11/2020 masih disusun dan belum final. Oleh karena itu, masukan dari berbagai pihak mulai dari pengusaha, konsultan pajak, tax center, dan stakeholder lainnya sangat dibutuhkan untuk menciptakan aturan pelaksanaan yang baik.

Secara umum, penyusunan klaster perpajakan dan klaster lain dalam UU 11/2020 ditujukan untuk mendukung peningkatan investasi guna menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. Oleh karena itu, diperlukan perubahan atas 3 UU perpajakan yakni UU KUP, UU PPh, dan UU PPN dalam waktu singkat.

Secara khusus, ketentuan perpajakan pada klaster perpajakan UU Cipta Kerja juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak, menciptakan kepastian hukum, dan menciptakan keadilan berusaha.

"Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela, kami sudah relaksasi ketentuan mengenai sanksi. Ini untuk mendorong wajib pajak yang memiliki kesalahan mau melakukan pembetulan. Pajak masukan sebelum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dulu tidak bisa dikreditkan sekarang kami akomodasi. Ini untuk mendorong kepatuhan sukarela," jelasnya.

Guna mendorong kepastian hukum, pemerintah juga menetapkan daluwarsa surat tagihan pajak (STP) selama 5 tahun. "STP sekarang ada daluwarsa 5 tahun. Dulu tidak ada ini, 10 tahun pun bisa STP," imbuh Hestu. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.