Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P. dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (7/10/2021), (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (7/10/2021), DPR menyetujui RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk disahkan menjadi UU.
Saat menyampaikan laporan panitia kerja, Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P. mengatakan RUU HPP mengubah beberapa UU, di antaranya UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai, UU 2/2020, dan UU 11/2020. RUU ini juga mengatur program pengungkapan sukarela wajib pajak dan pajak karbon.
Terkait dengan perubahan UU KUP, Dolfie mengatakan beberapa ketentuan yang diatur, di antaranya pertama, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi.
“Dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah [dalam] memantau administrasi wajib pajak Indonesia, khususnya wajib pajak orang pribadi,” kata Dolfie.
Kedua, asistensi penagihan pajak global. Dolfie mengatakan kerja sama bantuan penagihan pajak antarnegara dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal. Hal ini dilakukan sebagai wujud peran aktif Indonesia dalam kerja sama internasional.
Untuk perubahan UU PPh, ada beberapa ketentuan. Pertama, perbaikan pengaturan lapisan tarif PPh orang pribadi yang berpihak pada lapisan penghasilan terendah hingga sebesar Rp60 juta. Kedua, adanya penambahan lapisan tarif PPh wajib pajak orang pribadi sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.
Ketiga, penambahan threshold peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM. Keempat, pengaturan ulang tarif PPh badan sebesar 22% untuk mendukung penguatan basis pajak. Kelima, pengaturan tentang penyusutan dan amortisasi.
“Kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan bentuk perlindungan kepada UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah,” imbuh Dolfie.
Selanjutnya, terkait dengan perubahan UU PPN, Dolfie mengatakan komitmen keberpihakan pada masyarakat bawah tetap terjaga. Hal ini diwujudkan dengan adanya pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial.
“Hal ini merupakan bentuk keberpihakan DPR sebagai wakil rakyat terhadap kebutuhan dasar masyarakat banyak,” katanya.
Kemudian, dalam program pengungkapan sukarela wajib pajak, pemerintah mengatur ketentuan untuk mendorong peningkatan kepatuhan sukarela. Program ini, sambung Dolfie, memfasilitasi para wajib pajak yang mempunyai etikat baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan.
“Dengan tetap memperhatikan pemenuhan rasa keadilan bagi seluruh wajib pajak. Program ini diharapkan dapat mendorong wajib pajak untuk secara sukarela mematuhi kewajiban pajaknya,” ujar Dolfie.
Selanjutnya, mengenai pajak karbon, ada penyusunan peta jalan pajak karbon dan pasar karbon. Penetapan subjek, objek, dan tarif pajak karbon diatur dengan tetap memberi insentif bagi wajib pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon.
Hal ini, sambung Dolfie, juga merupakan komitmen terhadap lingkungan, perubahan iklim, dan penurunan gas emisi rumah kaca.
Terkait dengan perubahan UU Cukai, pemerintah dan DPR memberikan penegasan pada ranah pelanggaran administratif dan prinsip ultimum remedium dalam tindak pidana cukai. Hal ini untuk kepentingan penerimaan negara dan kepastian hukum. (kaw)