Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan bahwa perusahaan peer to peer (P2P) lending dapat membuat bukti potong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 secara kolektif.
Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki mengatakan ketentuan tersebut untuk mempermudah pengadministrasian perpajakan dari dana yang diberikan oleh kreditur. Hal ini mengingat dalam bisnis P2P lending umumnya 1 kreditur dapat mengucurkan pinjaman ke beberapa debitur.
"Jadi ini untuk lebih mempermudah administrasi pada pembayaran PPh Pasal 23, tapi harus dipastikan transaksi tersebut dalam bulan yang sama dan masa pajak yang sama, dan lawan transaksi yang sama," kata Imaduddin dalam acara TaxLive DJP episode: 43 dikutip pada Sabtu (7/5/2022).
Lebih lanjut, Imadudddin mencontohkan jika terdapat transaksi pembayaran bunga atas pinjaman online yang diselenggarakan perusahaan P2P lending pada tanggal 1, 5, 10, 22, dan 30 Mei maka dapat disatukan dalam 1 bukti potong.
"Atas bunga pinjaman yang diterima, nah bisa jadi nanti fintech menerbitkan lebih dari 1 bukti potong ke satu lender saja seharusnya, tapi ini bisa disatukan saja," ujarnya.
Adapun ketentuan tersebut menindaklanjuti berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial mulai 1 Mei 2022.
PMK 69/2021 telah mengatur bahwa perusahaan fintech pemberi pinjaman ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga hasil dari pinjaman online.
"Jadi [fintech] harus terdaftar di OJK [kalau tidak terdaftar] yang potong kewajibannya nanti peminjamnya nanti yang harus memotong PPh Pasal 23 dari bunga pinjaman tersebut," kata Imaduddin. (sap)