Assistant Manager Tax Compliance & Litigation Services DDTC Erika, DDTC Academy Manager Khisi Armaya Dhora, dan Head of Growth and Product Digital Transformation DDTC Davira R. Chairunnisa dalam talk show bertajuk Strategi Kepatuhan Pajak di Tengah Optimalisasi Penerimaan Pascapandemi, Selasa (14/6/2022). Acara dipandu presenter TV Brigitta Manohara.
SURABAYA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengantongi banyak data dan informasi terkait dengan wajib pajak pada era transparansi. Wajib pajak perlu mengantisipasi kondisi tersebut, terutama dalam pengelolaan kepatuhan pajak.
Assistant Manager Tax Compliance & Litigation Services DDTC Erika mengatakan data yang diterima DJP akan digunakan untuk menguji kepatuhan. DJP berpotensi lebih banyak menerbitkan ‘surat cinta’ berupa surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK).
“Tidak hanya untuk wajib pajak orang pribadi, tetapi juga untuk wajib pajak badan. DJP meminta konfirmasi karena data yang mereka miliki berbeda dengan data yang dilaporkan wajib pajak,” ujarnya dalam talk show bertajuk Strategi Kepatuhan Pajak di Tengah Optimalisasi Penerimaan Pascapandemi, Selasa (14/6/2022).
Risiko terbitnya ‘surat cinta’ tersebut, sambung Erika, salah satunya disebabkan kurang pedulinya wajib pajak dengan administrasi yang bersifat formal. Misalnya, nilai pembelian yang tidak sama dengan PPN yang dilaporkan. Kemudian, biaya gaji yang tidak sama dengan PPh yang dilaporkan.
Dalam konteks ini, peran dokumentasi menjadi krusial. Menurut Erika, wajib pajak perlu untuk membuat rekonsiliasi pajaknya secara konsisten. Selain itu, wajib pajak juga bisa melakukan tax diagnostic review untuk mengantisipasi adanya pemeriksaan pajak.
“Jadi, jangan cuma input SPT, tetapi dibuat juga rekonsiliasinya. Jadi, kalau nanti dapat ‘surat cinta’ sudah tersedia rekonsiliasinya. Namun, rekonsiliasi ini terkadang luput dan tidak ter-handle,” imbuh Erika.
DDTC Academy Manager Khisi Armaya Dhora mengatakan selain adanya pertukaran data dan informasi, era transparansi pajak juga berimplikasi pada perubahan aturan yang sangat cepat. Kondisi ini juga perlu diantisipasi oleh wajib pajak.
“Bisa jadi hari ini Anda master karena menguasai ketentuan yang ada, tetapi belum tahu besok karena adanya perubahan. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak untuk terus memperbarui pengetahuan pajak,” ujar Khisi.
Dengan kondisi tersebut, pelatihan pajak secara personal atau grup sudah menjadi kebutuhan bagi wajib pajak. Tidak hanya pengetahuan dalam tataran regulasi, pemahaman mengenai detail teknis dari sebuah kebijakan pajak menjadi aspek yang krusial.
Head of Growth Digital Transformation DDTC Davira Rizky Chairunnisa mengatakan pemahaman kebijakan tersebut perlu didukung dengan adanya referensi perpajakan yang tepat. Kondisi inilah yang menjadi salah satu latar belakang adanya Perpajakan ID.
Tidak hanya menyediakan database perpajakan berdasarkan pada sejumlah aturan, Perpajakan ID juga akan membantu wajib pajak sebagai panduan dalam pengelolaan kepatuhan. Salah satunya melalui penyediaan informasi implikasi pajak pada setiap transaksi.
“Jadi, di Perpajakan ID menyediakan fitur untuk melihat implikasi pajak atas setiap transaksi yang dilakukan wajib pajak,” kata Davira.
Sebagai informasi, talk show yang dipandu presenter TV Brigita Manohara ini digelar bersamaan dengan momentum grand launching Kantor DDTC Cabang Surabaya dan peluncuran buku transfer pricing terbaru. Simak foto-foto suasana acara tersebut di sini. (kaw)