BISNIS ritel, termasuk yang berada di pusat perbelanjaan, menjadi salah satu sektor usaha yang tengah mengalami tekanan berat akibat pandemi Covid-19. Pembatasan kegiatan masyarakat bahkan sempat memaksa pusat perbelanjaan atau mal tutup.
Budihardjo Iduansjah menilai pelaku usaha membutuhkan stimulus untuk dapat bertahan melewati pandemi. Insentif yang paling diharapkan pengusaha adalah yang dapat membantu arus kas atau cash flow di antaranya seperti insentif pajak.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) ini berharap pemerintah pusat dan daerah dapat sama-sama memberikan insentif kepada pelaku usaha.
Kepada DDTCNews, ia mengaku senang ketika pemerintah merilis insentif pajak pertambahan nilai (PPN) atas sewa toko ditanggung pemerintah (DTP), serta keringanan untuk pajak restoran dan pajak reklame di level daerah. Berikut petikannya.
Bagaimana kinerja usaha ritel di pusat perbelanjaan saat ini?
Kami sebagai penyewa ya, sehingga pengertiannya bukan hanya di mal, tetapi seluruh commercial area. Kami ada di bandara, di pelabuhan, hingga di rest area. Dengan adanya pandemi, kami saat ini benar-benar terpukul.
Sebelum pandemi, kami mengharapkan mobilitas masyarakat makin tinggi seiring dengan berbagai proyek infrastruktur dari pemerintah. Kami mulai membuka toko di bandara dan bandara langsung seperti mal karena kami membuka banyak toko.
Kami juga membuka toko di rest area. Respons konsumen sangat bagus karena di luar negeri pun seperti itu. Kita sudah menuju ke Indonesia modern.
Tapi sangat disayangkan, begitu kami sudah investasi, tiba-tiba pandemi datang. Traffic manusia dibatasi dengan kebijakan PPKM [pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat] dan PSBB [pembatasan sosial berskala besar]. Itu sangat memukul retail offline.
Selama ini kami sudah siap investasi, bahkan beberapa ada yang mau buka toko, beli perabotan, beli barang, stok, dan lain sebagainya. Tahun lalu terutama sangat memukul bisnis ritel fashion, yang mana kami sudah menyiapkan untuk Lebaran.
Lebaran kan event terbesar untuk penjualan ritel, tetapi ternyata mal-nya ditutup. Penutupan itu menjadi beban ke supplier dan peritel karena mengganggu cash flow.
Kebijakan buka tutup mal ini menurut Anda bagaimana?
Buka-tutup itu sebenarnya sudah mulai dari tahun lalu. Saya melihat di luar negeri juga sama, pakai metode buka tutup. Karena memang pada tahun lalu belum ditemukan satu metode yang tepat.
Tapi kami melihat pemerintah sekarang sudah melakukan upaya tracing menggunakan smartphone, menggunakan QR code, dan sekarang baru percobaan di pusat belanja, bandara, dan kereta api, tetapi nanti akan meluas ke restoran, hotel, kantor, dan sebagainya.
Ini adalah satu upaya baik untuk membuat memastikan yang sakit jangan sampai keluar dari rumah, atau lebih baik isolasi di rumah sakit. Karena sekarang ini banyak yang kurang bertanggung jawab secara moral, sudah sakit tapi masih belanja-belanja ke luar.
Dari sesi percobaan ini, dari 5 juta orang yang di-tracing, ada 10.000 lebih orang yang merah. Artinya, ada indikasi mungkin sakit Covid, tetapi tetap perlu dites lebih lanjut.
Angka 10.000 ini sangat mengkhawatirkan karena sekitar 2% orang itu masih kurang bertanggung jawab. Orang yang 2% ini bisa menularkan dan membuat klaster baru.
Mal mulai uji coba untuk dibuka dengan segala persyaratan, menurut Anda?
Uji coba ini kami melihatnya sebagai upaya kesimbangan sehingga memang harus dilakukan. Menurut kami, seharusnya dilakukan bertahap dengan melihat seberapa besar vaksinasinya.
Kami mengapresiasi ketentuan yang berlaku saat ini, tetapi menurut kami itu sebaiknya bukan metode berbasis hukuman tetapi berbasis insentif. Dengan metode berbasis insentif, tidak ada kewajiban orang untuk memakai QR code, tetapi kalau mau pakai, bisa diberikan kemudahan.
Insentif seperti apa?
Kami pada Agustus ini ada program Happy Birthday Indonesia atau Hari Belanja Diskon Indonesia 2021 bagi yang sudah vaksin. Beberapa anggota juga banyak yang memberikan diskon tambahan atau gift tambahan dengan menunjukkan sertifikat vaksin.
Itu yang bisa kami lakukan selaku asosiasi. Jadi kami membantu pemerintah dengan swadaya insentif anggota, dan kami membuka sentra-sentra vaksin di seluruh provinsi di Jawa.
Kalau dari pemerintah, seharusnya juga memberikan [insentif] karena masih banyak yang belum tervaksin. Mal-mal yang kelasnya menengah bawah akan kesulitan untuk melarang pengunjung datang.
Mal ini biasanya sepi sekali. Nah, harusnya bagi yang sudah tervaksin bisa mendapatkan insentif bagi yang men-download QR code.
Soal PPN sewat toko, bagaimana pandangan Anda?
Kami dari asosiasi memang mengajukan insentif itu sudah dari tahun lalu. Bukan hanya pajak, tapi stimulus bantuan tunai untuk perusahaan agar bisa membayar karyawan dan sewa toko. Misalnya, dengan penambahan modal kerja berbunga murah.
Memang kami upayakan sekali karena kami sangat terpukul dengan adanya Covid ini. Semua anggota enggak bisa berjualan karena ditutup.
Apakah banyak dimanfaatkan?
Banyak. Yang pasti, yang namanya insentif apapun itu kami akan ambil. Kemarin juga ada sosialisasi dengan Ditjen Pajak, anggota yang hadir juga banyak, lebih dari 250 anggota. Itu kami pasti maksimalkan, karena namanya upaya untuk menekan cost. Apapun insentif yang diberikan, kecil atau besar, kami ambil. Saya rasa ini akan dipakai oleh banyak anggota.
Sebenarnya lebih menguntungkan insentif dari pajak pusat atau pajak daerah?
Karena kami ada di seluruh provinsi, jadi seharusnya insentifnya gabungan antara pajak pusat dan pajak daerah. Harus dikombinasikan. Kami mengusulkan insentif pajak pada pemerintah pusat dan daerah. Dari pemerintah daerah kami mengajukan insentif pajak reklame, PBB, termasuk pajak PB1 [pajak restoran].
Untuk insentif pajak daerah sepertinya belum merata?
Memang, ada pemda yang cepat memberikan insentif seperti restoran, reklame, dan PBB [pajak bumi dan bangunan]. Mereka memberikan diskon atau keringanan, dan bagi kami yang penting saat ini adalah cash flow..
Didiskon seperti apapun kami kami bisa membayar, asal mencicil. Karena cash flow itu selain untuk modal juga untuk membayar pajak sehingga adanya keringanan akan membantu sekali.
Dengan adanya ada insentif PBB, apakah langsung berpengaruh ke sewa toko?
Iya. Seharusnya pemilik mal begitu mendapat insentif PBB, yang saya rasa nilainya besar, bisa langsung memberikan keringanan. Biasanya anggota akan mengirimkan surat untuk melakukan upaya B to B (business to business) untuk menawar sewa, service charge, melalui negosiasi masing-masing.
Jadi harapan kami, mohon untuk pengelola mal yang sudah mendapatkan insentif dari pemerintah agar diturunkan juga ke penyewa. Karena penyewa ini kalau bisa hidup, mal-nya juga hidup.
Stimulus apa lagi yang dibutuhkan agar bisnis ritel segera pulih?
Menurut saya yang paling penting adalah modal kerja. Modal kerja ini kuncinya ritel karena ritel itu basisnya dari cash, penjualannya dari cash, lalu uangnya diputar dan dibayarkan untuk sewa, pajak, dan supplier.
Dengan ditutupnya ini, cash-nya nggak masuk, cadangan juga satu tahun lebih sudah keluar dan sekarang sudah habis. Peluang bisnis yang ada jadi tidak bisa diambil karena modalnya habis.
Dengan ekonomi bergeraknya sangat rendah, kami harus pinjam dulu karena menjual aset juga perlu waktu sehingga kerugiannya dobel. Yang harus dilakukan pemerintah, saran dari kami, sebaiknya untuk pinjaman di bawah 20 miliar langsung ditarik saja datanya.
Ini kebanyakan pengusaha kecil, dan saya rasa nilai rupiahnya juga tidak besar. Mereka bisa diberikan bantuan modal kerja dengan bunga ringan karena bank juga masih khawatir memberikan pinjaman karena melihat rapor tahun lalu.
Seperti apa kesibukan Anda selama pandemi?
Kami banyak sekali kesibukan untuk membantu pemerintah dan anggota mencari solusi. Kami banyak memikirkan program yang perlu dilakukan pada forum-forum seperti itu. Dengan adanya program-program seperti QR code, kami banyak memberi masukan untuk mengambil jalan tengah.
Bagaimana Anda mulai bergelut di bidang ritel, terutama yang persewaan toko di pusat perbelanjaan?
Saya sebenarnya memang sudah lama di dunia ritel karena awalnya dari supplier Matahari. Saya dulu di Asosiasi Matahari's Suppliers, dan di Matahari itu cikal bakal ritel. Ritel di Indonesia ini banyak sekali karena dari supplier Matahari.
Sejak zaman Pak Hari Darmawan membikin Matahari Department Store, banyak supplier-nya bikin counter di dalam Matahari. Di dalam counter itu akhirnya banyak pusat belanja yang buka, sehingga para supplier ini memberanikan diri membuka toko baju, sepatu, atau stand di dalam mal. Itulah awal mula ritel, termasuk kami.
Sepertinya tahun 1980-1990-an itu sedang jaya-jayanya Matahari. Dengan Matahari jaya, mal juga mulai banyak, akhirnya supplier mulai membuka konter di Matahari, Ramayana, dan kami juga membuka toko sendiri di mal.
Anggota berapa banyak anggota Hippindo dan tersebar di mana saja?
Anggotanya ada sekitar 280. Kalau tokonya memang ada di seluruh Indonesia, tapi kebanyakan anggota 90% kantor pusatnya di Jakarta. Tapi kalau tokonya ada di Sabang sampai Merauke, cabang-cabangnya.
Apakah ada proses bisnis yang berbeda sejak pandemi?
Tahun 2019 itu menjadi event terakhir kami, karena enggak ada Covid. Sekarang dengan adanya Covid-19, upaya yang dilakukan cukup melelahkan karena kami shifting dari offline menjadi online. Kami negosiasi dengan para marketplace. Untungnya, para marketplace juga membantu kami sehingga win-win solution.
Mereka butuh brand, dan kami juga butuh market sehingga tercapailah suatu shifting. Sambil toko ditutup, kami buka di online. Nanti kalau tokonya dibuka, ya kami jual di dua-duanya.
Ada kesulitan ketika bergeser ke online?
Nah, untuk online ini, kami punya satu masukan kepada pemerintah. Ketika kami masuk di online, kami melakukan semua sesuai peraturan. Artinya, harga yang kami jual di online itu harga sudah termasuk PPN dan barangnya sudah tersertifikasi, baik SNI [standar nasional Indonesia], BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan], maupun izin edar. Ini kami lakukan karena kalau berjualan offline pasti barang tersebut akan diperiksa oleh Kementerian Perdagangan.
Sekarang ini kesulitannya adalah pada saat kami masuk ke online, kami menghadapi begitu banyaknya barang-barang dari brand ataupun penjual yang seharusnya distandardisasikan sehingga tercipta suatu persaingan yang sehat.
PPN untuk perdagangan online ini juga menjadi salah satu usulan kami dari beberapa tahun lalu. Lha ini kok harganya belum ada PPN. Saya belum update apakah itu sudah berjalan 100% karena kayaknya kalau kita kami lihat belum berjalan.
Apa arti sukses menurut Anda?
Sukses itu kalau bisa menolong orang banyak. Kalau menolong orang banyak, kita bisa mendapatkan manfaat, terutama buat bangsa untuk berkembang. Ini saja sudah kesuksesan.
Apa hobi Anda di sela kesibukan?
Hobi saya membaca buku dan olahraga. Tapi olahraga, karena sudah tua, ya berenang. Dulu seminggu bisa dua kali, sekarang kan sudah enggak boleh. Fisiknya sudah tidak nyaman. (rig)