PANDEMI Covid-19 memberikan dampak ke hampir seluruh sektor usaha, tak terkecuali angkutan truk logistik. Meski dibolehkan beroperasi selama masa pembatasan, jasa angkutan tetap terdampak lantaran juga dipengaruhi kinerja usaha manufaktur dan konsumsi masyarakat.
Direktur Utama PT Lookman Djaja Logistics Kyatmaja Lookman mengungkapkan pelaku usaha truk terus berupaya meningkatkan produktivitas sebelum tutup tahun. Menurutnya, momentum akhir tahun harus dioptimalkan sehingga catatan keuangan perusahaan lebih baik ketimbang tahun lalu.
Tak hanya itu, pria yang menjabat sebagai Ketum Asosiasi Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) ini juga menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan petugas pajak di tengah bergesernya model pelayanan menjadi serba elektronik. Berikut petikannya.
Bagaimana kinerja usaha angkutan truk logistik truk selama pandemi Covid-19?
Kalau bicara transportasi itu ada 2 jenis. Transportasi orang dan transportasi barang. Yang kesulitan saat pandemi itu khususnya angkutan orang karena ada pembatasan. Pemerintah mengimbau orang di rumah. Otomatis angkutan barang ini harus tetap ada untuk mendukung.
Namun, angkutan truk masih dibagi-bagi lagi karena ada perusahaan logistik yang punya truk, ada pabrik yang punya truk, dan lain-lain. Jadi, truk ini dibedakan menjadi 2 lagi, yaitu angkutan berpelat hitam dan angkutan berpelat kuning. Kami bergerak di pengangkutan barang pelat kuning.
Selama pandemi, kami memang dikecualikan. Namun, di beberapa kesempatan, sewaktu aturan PSBB mengerucut menjadi PPKM, kami mulai dibatasi. Batasannya ini hanya di bagian administrasi di kantor. Kalau di jalan, kami tetap seperti biasa.
Pengaturan soal pengemudi ini juga mengikuti level PSBB dan PPKM. Beberapa waktu pernah diwajibkan melakukan antigen atau rapid. Namun, kalau di jalan memang sulit diawasi sehingga pemerintah lebih mengatur untuk penyeberangan, seperti ke Bali atau Sumatera.
Mengenai volume angkut, selama pandemi kami termasuk sektor pendukung. Kami mendukung sektor lainnya. Kalau sektor lainnya tidak ada yang mengirim, otomatis kami tidak ikut mengirim karena tidak mungkin truk jalan sendiri atau muatannya kosong.
Jadi, kami terdampak dari sisi permintaan karena ekonominya terhambat pandemi. Di sisi lain, juga terhambat dari sisi suplai. Volume ini bisa naik-turun tergantung level PPKM. Paling buruk tentu sewaktu ada varian Delta.
Sekarang, kami harus mengejar volume akhir tahun agar tidak bonyok-bonyok amat lah. Tetapi lagi-lagi, ada faktor lain yang memengaruhi, seperti truknya ada tetapi pengemudinya tidak ada. Sekarang kurang lebih hal-hal begitu yang memengaruhi pengiriman barang.
Dengan penerapan protokol kesehatan, apakah biaya operasional meningkat?
Iya. Kemarin kami rapat beberapa kali dengan Pak Dirjen Perhubungan Darat mengenai kewajiban antigen dan vaksinasi. Vaksinasi memang sudah meningkat, tetapi ada isu mengenai vaksinasi untuk para pengemudi.
Mereka ada yang tidak bisa vaksin karena punya komorbid atau belum vaksin kesulitan mencari jadwal yang cocok. Kalau tidak vaksin, artinya harus tes. Nah, antigen bisa berlaku 7 hari dan PCR 14 hari.
Pengemudi truk ini masih banyak yang belum vaksin. Biasanya yang menjadi kendala adalah karena mereka mobile, berbeda dengan staf kantor. Pengemudi ini kadang mau vaksin di dekat rumah, tetapi ternyata mereka sedang tidak di rumah.
Solusi yang ditawarkan seperti apa?
Kemarin kami meminta drive thru vaccination, tetapi tampaknya masih agak rumit karena setelah vaksin juga dibutuhkan istirahat yang cukup. Di AS ada model seperti itu. Sekarang kami mencoba melihatnya agar lebih banyak kawan-kawan di sini bisa tervaksin.
Bagaimana proyeksi Anda mengenai kinerja usaha angkutan truk logistik pada tahun depan?
Biasanya ketika terjadi krisis, setelahnya akan ada pola V-shape. Masyarakat yang semula menunda belanja, nanti akan ada revenge travel, revenge shopping, dan sebagainya. Artinya, belanja yang tertunda akan dibelanjakan setelah ini.
Namun, kami perlu melihat dulu nantinya akan seperti apa. Setelah situasi kondusif, ekonomi mulai bergerak, orang mulai spending lagi. Di sana lah, nanti kami akan naik.
Kami pernah [mengalami] krisis tahun 1998, 2008, dan 2013 meski tidak terlalu parah. Trennya, ketika ekonomi turun, setelahnya akan ada recover. Ketika sedang momen turun, memang ada perusahaan yang tidak survive atau gugur di medan perang, sehingga jatahnya diambil yang survive.
Saat situasi mulai membaik, ini waktunya membangunkan aset yang tidur, seperti truk. Misalnya, dulu biasanya truk yang berjalan ada 100, tetapi ketika krisis anggap saja turun menjadi 50. Truk 50 yang sedang tidur, harus dibangunkan lagi.
Apakah dapat kembali seperti situasi sebelum Covid-19?
Seharusnya bisa kembali setelah Covid karena sebenarnya fundamental ekonomi kita cukup oke. Covid ini terjadi bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Negara lain juga banyak yang lebih parah dari kita. Harapannya akan kembali ke situ, pra-Covid.
Kalau [perusahaan] kami sudah ada cukup lama dan sudah melalui beberapa masa krisis. Memang kalau di masa krisis itu enggak bisa ugal-ugalan. Kalau ugal-ugalan, kapalnya bisa langsung terbalik.
Selama pandemi, pemerintah memberikan beberapa insentif kepada dunia usaha, termasuk dari sisi pajak. Apakah pengusaha truk ikut menikmatinya?
Kami merasakannya, tetapi hal yang paling penting itu ketika kami tidak dilarang untuk bekerja. Hal-hal yang menyangkut mobilitas ini yang utama.
Kemudian, PPN itu juga tidak semua angkutan merasakan karena kalau pelat kuning itu aturannya tidak dikenakan PPN. Jadi, enggak terlalu merasakan dampak langsung.
Apakah Anda memiliki pengalaman menarik selama berurusan dengan petugas pajak?
Sekarang saya lihat sudah lebih profesional. Mereka lebih ketat dan lebih teliti. Kalau dilihat, sudah ada lebih banyak perbaikan. Soal peraturan juga lebih detail karena kemarin ada juga aturan baru, termasuk yang soal kenaikan PPN.
Kalau dampaknya ke pengusaha, ya berarti kami juga harus lebih profesional dari sisi pencatatan keuangannya. Kami harus lebih profesional dan teliti.
Apa pendapat Anda mengenai beralihnya pelayanan pajak dari konvensional menjadi serba elektronik, terutama selama pandemi?
Pelayanan elektronik ini memang membantu. Namun, saya melihat tetap saja perlu untuk face to face. Meskipun elektronik, tetap harus ada surat-menyurat. Kalau ada sesuatu, kami juga dipanggil, kami diskusi mengenai ada yang kurang lah atau ada yang apa.
Semua itu tetap didiskusikan lewat konsultasi face to face karena kalau online kecenderungan melakukan kesalahan justru lebih tinggi.
Bagaimana awal mula Anda terjun di bisnis angkutan truk logistik?
Perusahaan saya ini dimulai dari ayah saya. Saya sering mengikutinya sejak kecil. Saya sekolah di Australia sampai 2003 untuk S-1 dan S-2 di tahun 2005. Setelah itu, saya kembali, saya mulai terjun di bisnis ini. So far, saya menikmati kerja di bisnis angkutan. Mulainya kira-kira 2005-2006.
Dengan generasi yang berganti, inovasi apa yang Anda lakukan?
Kalau akhir-akhir ini, jelas masalah IT [information technology]. Kami selalu mencoba untuk revolusi atau perubahan mendasar secara fundamental secara drastis. Namun, sebenarnya tidak bisa seperti itu karena kalau bicara masalah angkutan, apalagi truk, itu bisnis yang offline banget.
Sedikit lain dengan kurir yang memang ia bersentuhan dengan marketplace atau platform-platform digital. Kalau operasional truk ini offline banget.
Jadi, kami melakukannya masih step by step, bertahap. Tidak harus semua diubah 180 derajat. Nanti malah tidak jadi-jadi. Digitalisasi itu bukan tujuan, tetapi alat untuk membantu kita melakukan sesuatu dengan mudah.
Dengan digital itu, cara kerja kita bisa lebih cepat, lebih efektif, lebih efisien, lebih fleksibel, dan lebih transparan.
Selain sibuk dengan bisnis, bukankah Anda juga sibuk dengan kepengurusan di organisasi?
Organisasi saya ada 3, tapi saya berorganisasi ini memilih yang sejalan dengan apa yang saya lakukan di perusahaan. Memang ada 1 yang agak lari, namanya Masyarakat Sadar Seni Budaya dan Pariwisata (Masdarwis). Itu agak lari karena lebih ke hobi saja. Selain itu, saya di Kamselindo dan Perkumpulan Perusahaan Multimoda Transport Indonesia (PPMTI).
Kalau di Kamselindo, itu karena semua kegiatan angkutan di jalan tidak terlepas dari masalah safety dan security. Masalah kecelakaan dan tindak kejahatan di angkutan barang masih cukup tinggi seperti contohnya pungli. Kalau kecelakaan, biasanya masalah human error atau pengemudi mengantuk.
Untuk itu, kami selalu melakukan improvement seperti di Kamselindo. Di Kamselindo, kami melakukan perbaikan pada Sistem Manajemen Keselamatan (SMK).
Bagaimana meningkatkan atau membuat sistem agar perusahaannya lebih aman dan tidak terjadi banyak kecelakaan. Itu yang in tune, karena tidak semua hal bisa kita lakukan sendiri. Ada hal-hal yang harus kita lakukan bersama.
Kalau urusan dengan konsumen, itu urusan dapur masing-masing. Namun kalau sudah berhubungan dengan masalah safety, itu sudah tanggung jawab kelompok dan harus dilakukan secara bersama-sama.
Apa arti sukses menurut Anda?
Mungkin kalau kita bicara hierarchy of need, buat saya, saya sudah di tingkatan aktualisasi diri. Saya senang kalau bisa menyelesaikan masalah kelompok. Contoh, masih banyak masalah di angkutan yang harus diselesaikan. Masih banyak kecelakaan yang korbannya bisa siapa saja.
Kalau masalah angkutan, biasanya masih ada yang overload karena ego sektoral yang maunya paling murah. Ekosistem angkutan masih kurang baik sehingga salah satu misi saya adalah memperbaikinya. Jadi, di situlah kami berusaha untuk menyelesaikan.
PR saya juga masalah kesejahteraan pengemudi. Ini sesuatu yang harus kita lakukan bersamaan, tidak bisa sendiri-sendiri karena pengemudi sebagai profesi yang mulia. Mereka bekerjanya jauh dari anak dan istri untuk mengirimkan barang-barang ke teman-teman sekalian.
Masalah kesejahteraan masih menjadi kendala meski sebenarnya pendapatannya cukup tinggi atau sudah di atas UMR. Ada aspek-aspek lain pada urusan kesejahteraan ini yang harus diselesaikan.
Selain itu, PR yang juga harus diperbaiki adalah angka kecelakaan yang tinggi. Bagaimana kita menekan angka kecelakaan ini. Alasan-alasan inilah yang salah satunya membuat saya fokus di Kamselindo.
Apa hobi yang Anda tekuni untuk menghilangkan kejenuhan?
Sekarang hobi saya sekolah karena sedang Covid. Kalau tidak Covid, mungkin saya tidak bisa melakukannya. Covid yang serba online membuat kita tidak bisa seproduktif kalau situasi offline, sehingga saya optimalkan pendidikan saja. Waktunya saya lebih manfaatkan untuk belajar.
Kalau dulu, biasanya saya sepeda. Saya masih suka kadang-kadang, tetapi sekarang agak berkurang. Kadang-kadang saya juga [bermain] golf dengan kawan-kawan, tetapi kemarin karena Covid acara ngumpul-ngumpul tidak disarankan. Jadi, saya lebih banyak fokus ke pendidikan.
Maksudnya Anda mengambil kursus atau melanjutkan pendidikan formal?
Saya mengambil S-3, dan sekarang sedang semester 3. Kemarin, waktu awal-awal Covid, saya di Lemhannas selama 7 bulan. Setelah itu, saya sambung S-3 di ITS. Saya yakin kalau tidak karena pandemi, sulit juga untuk saya sekolah.
Program S-3 tidak seperti S-2 yang banyak mata kuliah. Kami lebih banyak melakukan penelitian dan kebetulan disertasi saya tentang truk juga. Saya mengambil topik kemampuan berinovasi perusahaan truk, yakni kemampuan berinovasi itu kemampuan untuk terus melakukan pembaharuan. (rig)