PERSEDIAAN barang penting untuk diperhatikan demi kelancaran operasional perusahaan, baik dalam proses produksi maupun penjualan. Umumnya terdapat 3 golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, serta bahan baku dan bahan pembantu.
Persediaan barang juga penting diperhatikan karena jumlahnya dapat memengaruhi neraca serta laporan laba-rugi. Untuk itu, persediaan selama 1 periode harus dapat dipisahkan antara yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) dan yang masih belum terjual (Baridwan, 2015).
Penghitungan harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan akhir bisa dengan berbagai cara, di antaranya rata-rata (average), First-In First-Out (FIFO), dan Last-In First-Out (LIFO). Namun, UU Pajak Penghasilan (PPh) hanya memperbolehkan metode average dan FIFO.
Lantas, apa yang dimaksud dengan metode First-In First-Out (FIFO)?
FIRST-In First-Out, umumnya dikenal sebagai FIFO, adalah manajemen aset dan metode penilaian dengan skema aset yang diproduksi atau diperoleh lebih dulu juga akan dijual, digunakan, atau dibuang lebih dulu (Kenton, 2022).
IBFD International Tax Glossary (2015) mengartikan FIFO sebagai metode penilaian persediaan berdasarkan ‘masuk pertama, keluar pertama’. Barang atau bahan yang dibeli pertama dianggap sebagai yang dijual lebih dulu. Artinya, barang diasumsikan dijual berdasarkan pada urutan kronologis waktu pembelian.
Berdasarkan pada metode FIFO, apabila ada penjualan atau pemakaian barang-barang maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu, disusul yang masuk berikutnya (Baridwan, 2015)
Terkait dengan aspek pajak, istilah FIFO tercantum dalam Pasal 10 ayat (6) UU PPh. Berdasarkan pada pasal tersebut, FIFO menjadi salah satu metode yang boleh digunakan dalam penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok.
Merujuk pada penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU PPh, FIFO merupakan metode penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok yang dilakukan dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama.
Adapun sekali wajib pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama (Penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU PPh).
Hal ini berarti apabila memilih FIFO sebagai cara penilaian persediaannya, wajib pajak harus menggunakan metode tersebut untuk tahun-tahun berikutnya.
Kendati demikian, wajib pajak masih dimungkinkan untuk mengubah metode penilaian persediaan sepanjang telah mendapat persetujuan dari dirjen pajak (Penjelasan Pasal 28 ayat (6) UU KUP). (kaw)