DAMPAK pandemi Covid-19 terhadap bisnis terasa masif, simultan, dan menerpa berbagai skala usaha, tidak hanya UMKM namun juga perusahaan besar bahkan BUMN. Gelombang PHK telah terjadi dan hampir seluruh sektor mengalami penurunan omset, penutupan sementara bahkan skenario terburuknya menutup secara permanen.
Secara objektif, krisis ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19 telah mengganggu sirkulasi likuiditas bisnis. Dalam mengatasi dampak ekonomi negatif tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai insentif pajak, salah satunya menggunakan instrumen PPN. Terkait dengan isu likuiditas ini, lihat juga ulasan berita berikut Untuk Jaga Arus Kas Perusahaan, Banyak Negara Pakai Instrumen Pajak Ini
Berdasarkan PMK 44/2020, wajib pajak atau perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan noneksportir dapat memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi selama enam bulan.
Saat ini, pemerintah tengah merencanakan insentif PPN tambahan khususnya bagi para pelaku industri. Pemerintah sedang mengkaji insentif berupa penangguhan pembayaran PPN yang rencananya akan ditangguhkan selama 90 hari tanpa denda.
Upaya tersebut ditujukan untuk membantu likuditas dan mendukung produktivitas, khususnya bagi bidang industri. Pada gilirannya, kegiatan industri dapat tetap berjalan dan sekaligus menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sendiri juga telah menyuarakan agar pemerintah dapat memberikan keringanan berupa penangguhan pembayaran PPN.
Lantas, bagaimana kemungkinan penerapannya pada kondisi resesi ekonomi seperti yang dialami saat ini?
Komparasi Global
Faktanya, insentif penangguhan pembayaran PPN merupakan instrumen yang luas digunakan oleh berbagai negara untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap aktivitas bisnis/usaha.
OECD juga turut merekomendasikan agar pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian penangguhan pembayaran pajak. Melalui kemudahan administrasi ini, negara dapat memfasilitasi dan meringankan beban arus kas perusahaan (OECD,2020).
Pada lembar kebijakan fiskal edisi khusus Covid-19, IMF juga menyatakan pendapat serupa mengenai peran penting kemudahan administrasi pajak, salah satunya berupa penangguhan pembayaran (IMF, 2020). Untuk lebih jauh baca juga ulasan berikut ini Ada Covid-19, Berbagai Negara Beri Penangguhan dan Pengurangan Pajak
Penangguhan pembayaran PPN populer digunakan di negara-negara Uni Eropa. Di Belgia, penangguhan ini diberikan secara otomatis selama dua bulan yang diikuti dengan pembebasan denda atau bunga.
Denmark pada Maret 2020 telah mengesahkan peraturan mengenai penangguhan pembayaran pajak. Berdasarkan aturan tersebut, PPN yang dibayarkan oleh perusahaan ditangguhkan dalam rentang 2-12 bulan, tergantung pada skala usaha (CIAT, 2020).
Hal serupa diterapkan oleh Swiss. Perusahaan dapat menunda pembayaran PPN hingga akhir tahun 2020 (Mueller dan Reck, 2020). Swiss juga telah menyetujui pengurangan denda/bunga keterlambatan pembayaran menjadi 0% pada periode penangguhan,
Negara-negara di Amerika juga turut menggunakan penangguhan pembayaran PPN dalam membantu likuditas bisnis pada masa pandemi Covid-19. Di Chile, wajib pajak diberikan penangguhan pembayaran PPN selama tiga bulan. PPN yang ditangguhkan juga diberikan keringanan pembayaran berupa angsuran bebas bunga selama 12 kali (Asquith, 2020).
Moratorium pembayaran PPN juga diterapkan oleh Costa Rica selama kurang lebih 8 bulan (CIAT, 2020). Apabila belum dapat melakukan pembayaran setelah periode penangguhan, wajib pajak juga dapat meminta pengaturan cicilan pembayaran berdasarkan ketentuan yang ditetapkan.
Di Inggris, pemerintah membantu likuiditas usaha dengan menangguhkan pembayaran pajak selama tiga bulan yang diberikan secara otomatis. Setelahnya, wajib pajak diberikan waktu hingga akhir tahun fiskal 2020 untuk membayar kewajiban yang telah terakumulasi selama periode penangguhan (Stephanny dan Galli, 2020).
Belanda mengambil pendekatan yang sedikit berbeda. Otoritas pajak memberikan penangguhan pembayaran PPN selama tiga bulan atas permintaan wajib pajak. Perusahaan juga dapat meminta penangguhan pembayaran lebih dari tiga bulan apabila memenuhi persyaratan yang telah ditentukan (Lomas, 2020). Setelah masa penangguhan, kewajiban pembayaran dilakukan mulai Oktober 2020.
Arab Saudi juga menawarkan penundaan pembayaran PPN untuk bisnis selama tiga bulan. Pembayaran yang seharusnya jatuh tempo pada Februari-Mei ditangguhkan hingga akhir September 2020. Untuk memulihkan penerimaan negara, per Juli 2020, Arab Saudi menaikkan tarif PPN yang mulanya sebesar 5% menjadi 15% (Charalambous, 2020).
Berdasarkan berbagai respon negara-negara di atas dapat diambil simpulan bahwa penangguhan pembayaran PPN merupakan instrumen yang berguna dalam mendukung likuditas bisnis pada jangka pendek.
Beberapa hal ini patut dipertimbangkan agar insentif tepat sasaran serta tidak menjadi distortif baik bagi sektor bisnis maupun pemerintah.
Pertama, ketepatan jangka waktu penangguhan pembayaran PPN. Pemerintah perlu menyesuaikan durasi penangguhan dengan kebutuhan riil dari pelaku usaha. Jangka waktu penangguhan juga perlu mempertimbangkan potensi penumpukan cicilan pajak bagi perusahaan di masa mendatang (OECD, 2020).
Kedua, perusahaan juga perlu meninjau langkah-langkah yang akan diadopsi berdasarkan kondisi spesifik dari masing-masing bisnis. Wajib pajak perlu mengidentifikasi persyaratan penangguhan pembayaran–seperti lama durasi dan ketentuan denda/bunga–serta merencanakan strategi pelunasan pembayaran.
Ketiga, begitu situasi stabil, negara juga perlu memastikan memiliki penerimaan yang cukup untuk membiayai seluruh belanja pajak selama Pandemi Covid-19. PPN menjadi jenis pajak yang tak bersifat distortif serta cenderung stabil sehingga negara dapat mengandalkannya untuk kembali meningkatkan penerimaan (Arnolds et. al., 2020).