KONSULTASI PAJAK

Bagaimana Cara Hitung Omzet untuk Fasilitas Pajak Pasal 31E UU PPh?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 27 Juni 2024 | 14.11 WIB
ddtc-loaderBagaimana Cara Hitung Omzet untuk Fasilitas Pajak Pasal 31E UU PPh?
DDTC Fiscal Research and Advisory.

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Atta. Saat ini saya memiliki sebuah PT yang menjalankan kegiatan usaha pada bidang jasa transportasi. Saya mendengar bahwa terdapat diskon tarif PPh badan sebesar 50% untuk wajib pajak badan dalam negeri dengan omzet atau peredaran bruto hingga Rp50 miliar.

Pertanyaan saya, jenis-jenis penghasilan apa saja yang masuk dalam komponen penentuan peredaran bruto berdasarkan pada Pasal 31E ayat (1) UU PPh? Terima kasih.

Atta, Surabaya.

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya Bapak Atta. Betul, berdasarkan pada Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), wajib pajak badan dalam negeri dengan omzet hingga Rp50 miliar bisa mendapatkan fasilitas berupa pengurangan sebesar 50% dari tarif umum PPh badan.

Perlu dicatat, fasilitas ini dikenakan atas penghasilan kena pajak (PKP) dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. Dengan demikian, jika nilai peredaran bruto penjualan di atas nilai tersebut, tidak seluruh PKP dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif.

Sebagai contoh, pada 2023 omzet penjualan mencapai Rp30 miliar dengan PKP senilai Rp4,8 miliar. Dengan demikian, fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dikenakan atas PKP yang merupakan bagian dari peredaran bruto senilai Rp4,8 miliar.

Kemudian, berkenaan dengan pertanyaan Bapak, penentuan komponen jumlah peredaran bruto dalam ketentuan Pasal 31E UU PPh dijelaskan lebih detail dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-02/PJ/2015 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (SE-02/2015).

Pada angka 2 huruf d SE-02/2015 mengatur bahwa:

“…
d. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1) penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2) penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.”

Berdasarkan pada ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penentuan peredaran bruto dalam pemanfaatan fasilitas Pasal 31E ayat (1) UU PPh mencakup semua penghasilan baik dari kegiatan usaha dan di luar penghasilan usaha.

Sebagaimana dikutip pula, termasuk dalam cakupan penghasilan adalah penghasilan yang dikenai PPh final, penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final, dan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Adapun contoh jenis penghasilan yang dikenai PPh final adalah penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.  

Contoh penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final adalah penghasilan dari kegiatan jual beli secara umum dan penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Kemudian, contoh penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen yang diterima oleh wajib pajak badan.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.