Rinaldi Adam Firdaus,
PERKENALKAN, saya Ardi. Saya merupakan staf keuangan di perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa pembasmian hama. Sebagai informasi, perusahaan kami baru didirikan pada 2024 dan masih dalam tahap investasi. Selain itu, pihak manajemen memperkirakan tahun ini perusahaan kami masih akan membukukan kerugian secara fiskal maupun komersil.
Berdasarkan kondisi tersebut, kami memiliki concern terkait kredit pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 yang akan kami peroleh dari lawan transaksi atas penyerahan jasa pembasmian hama. Pertanyaan saya, apakah perusahaan kami dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 tersebut? Jika bisa, bagaimana persyaratan dan mekanisme untuk memperolehnya?
Ardi, Tangerang.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Ardi. Pada dasarnya, jasa pembasmian hama yang dilakukan oleh perusahaan Bapak memang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang masuk dalam kelompok jasa lain. Oleh karena itu, lawan transaksi perusahaan Bapak yang merupakan pihak pemotong PPh Pasal 23 memang sudah sepatutnya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan yang dibayarkannya kepada perusahaan Bapak terkait dengan jasa pembasmian hama. Simak ‘Objek Pajak Imbalan Jasa’.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).
Namun demikian, apabila perusahaan Bapak ingin dibebaskan dari pemotongan PPh oleh pihak lain maka terdapat persyaratan yang perlu dipenuhi. Hal sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan s.t.d.d Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 94/2010 s.t.d.t.d PP 55/2022), yang berbunyi:
“(1) Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang pajak penghasilan karena:
dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.”
Adapun kondisi wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam beleid di atas, yaitu diperuntukkan bagi (i) wajib pajak baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, (ii) wajib pajak belum sampai pada tahap produksi komersial, atau (iii) wajib pajak yang mengalami force majeure.
Hal ini sebagaimana dipertegas dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain s.t.d.d Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-21/PJ/2014 (PER-1/2011 s.t.d.d PER-21/2014).
Sesuai beleid di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perusahaan Bapak telah memenuhi persyaratan untuk dapat dibebaskan dari pemotongan PPh oleh pihak lain. Dalam konteks ini, pembebasan pemotongan PPh Pasal 23 atas penyerahan jasa pembasmian hama. Meski demikian, untuk memperoleh pembebasan pemotongan PPh oleh pihak lain tersebut perusahaan Bapak tetap perlu mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Dirjen Pajak.
Untuk memudahkan, berikut ini beberapa hal yang perlu Bapak perhatikan dalam mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan PPh oleh pihak lain kepada Dirjen Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PER-1/2011 s.t.d.d PER-21/2014 juncto Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-11/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-1/PJ/2011 (SE-11/2011), antara lain.
Pertama, permohonan pembebasan dari pemotongan PPh oleh pihak lain diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaan Bapak terdaftar. Sebagai catatan, perusahaan Bapak dikecualikan dari persyaratan telah menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh badan terakhir karena merupakan perusahaan yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi.
Kedua, permohonan pembebasan dari pemotongan PPh oleh pihak lain diajukan untuk setiap jenis pemotongan PPh dengan menggunakan formulir Lampiran I PER-1/2011 s.t.d.d PER-21/2014. Selain itu, permohonan juga harus dilampiri dengan penghitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan dalam hal ini tahun pajak 2024.
Adapun mekanisme penghitungan PPh yang diperkirakan akan terutang paling sedikit harus memuat beberapa hal berikut ini, antara lain:
Ketiga, Kepala KPP tempat perusahaan Bapak terdaftar akan memberikan keputusan atas permohonan yang Bapak ajukan dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
Apabila permohonan diterima maka Kepala KPP akan menerbitkan surat keterangan bebas (SKB) dengan format sesuai Lampiran II PER-1/2011 s.t.d.d PER-21/2014. Sementara itu, apabila permohonan ditolak maka Kepala KPP akan menerbitkan surat penolakan permohonan SKB dengan format sesuai Lampiran IV PER-1/2011 s.t.d.d PER-21/2014. Simak juga ‘Apa Itu Surat Keterangan Bebas Pajak?’
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)